A. Pendekatan Ilmiah
Pendekatan saintifik (scientific) disebut
juga sebagai pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai titian emas
perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta
didik. Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk jenjang SMP dan SMA atau
yang sederajat dilaksanakan menggunakan pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran
menyentuh tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
1.
ranah sikap menggamit transformasi
substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa.”
2.
Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi
ajar agar peserta didik “tahu bagaimana”.
3.
Ranah pengetahuan menggamit
transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu apa.”
Hasil akhirnya adalah peningkatan dan
keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik(soft skills)
dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard
skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap,
keterampilan, dan pengetahuan.
Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi
pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud
meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta
untuk semua mata pelajaran. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah
ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti
ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau
sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah.
B. 5M Pendekatan
Ilmiah (Scientific Appoach)
1. Mengamati
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran
(meaningfull learning). Keunggulan:
a.
menyajikan media obyek secara nyata,
b.
peserta didik senang dan tertantang,
c.
mudah pelaksanaannya,
d.
bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik, dan
e.
peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang
dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru.
Kekurangan:
a.
memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang,
b.
biaya dan tenaga relatif banyak, dan
c.
jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.
.
langkah-langkah seperti berikut ini.
a.
Menentukan objek apa yang akan diobservasi
b.
Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi
c.
Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik
primer maupun sekunder
d.
Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi
e.
Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk
mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar
f.
Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi , seperti
menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat
tulis lainnya.
Kegiatan observasi
dalam proses pembelajaran keterlibatan peserta didik secara langsung. guru harus memahami bentuk keterlibatan
peserta didik dalam observasi tersebut.
a.
Observasi biasa (common observation).
Pada observasi biasa untuk kepentingan pembelajaran, peserta didik merupakan subjek
yang sepenuhnya melakukan observasi (complete
observer). Di sini peserta didik sama sekali tidak melibatkan diri dengan
pelaku, objek, atau situasi yang diamati.
b.
Observasi terkendali (controlled
observation). Seperti halnya observasi
biasa. Namun demikian, berbeda dengan observasi biasa, pada observasi terkendali
pelaku atau objek yang diamati
ditempatkan pada ruang atau situasi yang dikhususkan. Karena itu, pada
pembelajaran dengan observasi terkendali termuat nilai-nilai percobaan atau
eksperimen atas diri pelaku atau objek
yang diobservasi.
c.
Observasi partisipatif (participant
observation). Pada observasi partisipatif, peserta didik melibatkan diri
secara langsung dengan pelaku atau objek yang diamati. paling lazim dilakukan dalam
penelitian antropologi khususnya etnografi. Observasi ini mengharuskan peserta
didik melibatkan diri pada pelaku, komunitas, atau objek yang diamati.
Selama proses pembelajaran, peserta didik dapat
melakukan observasi dengan dua cara pelibatan diri. berikut ini.
a.
Observasi berstruktur. Pada
observasi berstruktur dalam rangka proses pembelajaran, fenomena subjek, objek,
atau situasi apa yang ingin diobservasi oleh peserta didik telah direncanakan
secara sistematis di bawah bimbingan guru.
b.
Observasi tidak berstruktur. Pada observasi yang tidak berstruktur dalam
rangka proses pembelajaran, tidak ditentukan secara baku mengenai apa yang
harus diobservasi oleh peserta didik. Dalam kerangka ini, peserta didik membuat
catatan, rekaman, atau mengingat dalam memori secara spontan atas subjek,
objektif, atau situasi yang diobservasi.
Praktik observasi dalam pembelajaran hanya akan
efektif jika peserta didik dam guru melengkapi diri dengan dengan alat-alat pencatatan
dan alat-alat lain, dapat berupa daftar cek (checklist), skala rentang (rating
scale), catatan anekdotal (anecdotal
record), catatan berkala, dan alat mekanikal (mechanical device). Daftar cek dapat berupa suatu daftar yang
berisikan nama-nama subjek, objek, atau faktor- faktor yang akan diobservasi.
Skala rentang , berupa alat untuk mencatat gejala atau fenomena menurut
tingkatannya. Catatan anekdotalberupa catatan yang dibuat oleh peserta didik
dan guru mengenai kelakuan-kelakuan luar biasa yang ditampilkan oleh subjek
atau objek yang diobservasi.
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh guru dan
peserta didik selama observasi pembelajaran
a.
Cermat, objektif, dan jujur serta terfokus pada objek yang diobservasi
untuk kepentingan pembelajaran.
b.
Banyak atau sedikit serta homogenitas atau hiterogenitas subjek, objek,
atau situasi yang diobservasi. Makin banyak dan hiterogensubjek, objek, atau
situasi yang diobservasi, makin sulit kegiatan obervasi itu dilakukan. Sebelum obsevasi dilaksanakan, guru
dan peserta didik sebaiknya menentukan dan menyepakati cara dan prosedur
pengamatan.
c.
Guru dan peserta didik perlu memahami apa yang hendak dicatat, direkam, dan
sejenisnya, serta bagaimana membuat
catatan atas perolehan observasi.
2. Menanya
Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik
untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah afektif, kognitif, dan psikomotorik.
Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta
didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya,
ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan
pembelajar yang baik.
Berbeda dengan penugasan yang
menginginkan tindakan nyata, pertanyaan dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan
verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”,
melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan
tanggapan verbal. Bentuk pertanyaan, misalnya: Apakah ciri-ciri kalimat yang
efektif? Bentuk pernyataan, misalnya: Sebutkan ciri-ciri kalimat efektif!
a.
Fungsi bertanya
1)
Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu tema atau topik
pembelajaran.
2) Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta
mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.
3)
Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan
ancangan untuk mencari solusinya.
4)
Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas substansi
pembelajaran yang diberikan.
5) Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan
pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan
bahasa yang baik dan benar.
6) Mendorong partisipasipeserta didik dalam berdiskusi, berargumen,
mengembangkan kemampuan berpikir, dan
menarik simpulan.
7)
Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat atau
gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup
berkelompok.
8)
Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam
merespon persoalan yang tiba-tiba muncul.
9)
Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati
satu sama lain.
b.
Kriteria pertanyaan yang baik
1)
Singkat dan jelas. Contoh: (1) Seberapa jauh pemahaman Anda mengenai faktor-faktor yang
menyebabkan generasi muda terjerat kasus narkotika dan obat-obatan terlarang?
(2) Faktor-faktor apakah yang menyebabkan generasi muda terjerat kasus
narkotika dan obat-obatan terlarang? Pertanyaan kedua lebih singkat dan
lebih jelas dibandingkan dengan pertanyaan pertama.
2)
Menginspirasi jawaban. Contoh: Membangun semangat kerukunan umat beragama
itu sangat penting pada bangsa yang multiagama. Jika suatu bangsa gagal
membangun semangat kerukukan beragama, akan muncul aneka persoalan sosial
kemasyarakatan. Coba jelaskan dampak sosial apa saja yang muncul, jika suatu
bangsa gagal membangun kerukunan umat beragama?Dua kalimat yang mengawali
pertanyaan di muka merupakan contoh yang diberikan guru untuk menginspirasi
jawaban peserta menjawab pertanyaan.
3)
Memiliki fokus. Contoh: Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya kemiskinan? Untuk
pertanyaan seperti ini sebaiknya masing-masing peserta didik diminta
memunculkan satu jawaban. Peserta didik pertama hingga kelima misalnya
menjawab: kebodohan, kemalasan, tidak memiliki modal usaha, kelangkaan sumber
daya alam, dan keterisolasian geografis. Jika masih tersedia alternatif jawaban
lain, peserta didik yang keenam dan seterusnya, bisa dimintai jawaban.
Pertanyaan yang luas seperti di atas
dapat dipersempit, misalnya: Mengapa
kemalasan menjadi penyebab kemiskinan? Pertanyaan seperti ini dimintakan
jawabannya kepada peserta didik secara perorangan.
4)
Bersifat probing atau divergen.Contoh: (1) Untuk meningkatkan kualitas hasil belajar,
apakah peserta didik harus rajin belajar?(2) Mengapa peserta didik yang sangat
malas belajar cenderung menjadi putus sekolah? Pertanyaan pertama cukup
dijawab oleh peserta didik dengan Ya
atau Tidak. Sebaliknya, pertanyaan kedua menuntut jawaban yang bervariasi urutan
jawaban dan penjelasannya, yang kemungkinan memiliki bobot kebenaran yang sama.
5)
Bersifat validatif atau penguatan. Pertanyaan
dapat diajukan dengan cara meminta kepada peserta didik yang berbeda untuk menjawab pertanyaan yang
sama. Jawaban atas pertanyaan itu
dimaksudkan untuk memvalidsi atau melakukan penguatan atas jawaban
peserta didik sebelumnya. Ketika beberapa orang peserta didik telah memberikan
jawaban yang sama, sebaiknya guru menghentikan pertanyaan itu atau meminta
mereka memunculkan jawaban yang lain yang berbeda, namun sifatnya menguatkan.
6)
Memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir
ulang.Untuk menjawab pertanyaan dari guru, peserta didik memerlukan waktu yang
cukup untuk memikirkan jawabannya dan memverbalkannya dengan kata-kata. Karena
itu, setelah mengajukan pertanyaan, guru hendaknya menunggu beberapa saat
sebelum meminta atau menunjuk peserta didik untuk menjawab pertanyaan itu.
7)
Merangsang peningkatan tuntutan kemampuan
kognitif. Pertanyaan guru yang baik membuka peluang peserta didik untuk
mengembangkan kemampuan berpikir yang makin meningkat, sesuai dengan tuntunan
tingkat kognitifnya. Guru mengemas atau mengubah pertanyaan yang menuntut
jawaban dengan tingkat kognitif rendah ke makin tinggi, seperti dari sekadar
mengingat fakta ke pertanyaan yang menggugah kemampuan kognitif yang lebih tinggi, seperti pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kata-kata kunci pertanyaan ini,
seperti: apa, mengapa, bagaimana, dan seterusnya.
8)
Merangsang proses interaksi. Pertanyaan guru yang baik mendorong munculnya interaksi dan
suasana menyenangkan pada diri peserta didik. Dalam kaitan ini, setelah
menyampaikan pertanyaan, guru memberikan kesempatan kepada peserta didik mendiskusikan
jawabannya. Setelah itu, guru memberi kesempatan kepada seorang atau beberapa
orang peserta didik diminta menyampaikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Pola
bertanya seperti ini memposisikan guru sebagai wahana pemantul.
c.
Tingkatan Pertanyaan
Pertanyaan
guru yang baik dan benar menginspirasi peserta didik untuk memberikan jawaban
yang baik dan benar pula. Guru harus memahami kualitas pertanyaan, sehingga
menggambarkan tingkatan kognitif seperti apa yang akan disentuh, mulai dari
yang lebih rendah hingga yang lebih tinggi. Bobot pertanyaan yang menggambarkan
tingkatan kognitif yang lebih rendah hingga yang lebih tinggi disajikan berikut
ini.
Tingkatan
|
Subtingkatan
|
Kata-kata kunci pertanyaan
|
Kognitif yang lebih rendah
|
1. Pengetahuan (knowledge)
|
1.
Apa...
2.
Siapa...
3.
Kapan...
4.
Di mana...
5.
Sebutkan...
6.
Jodohkan atau pasangkan...
7.
Persamaan kata...
8.
Golongkan...
9.
Berilah nama...
10.
Dll.
|
2. Pemahaman (comprehension)
|
1.
Terangkahlah...
2.
Bedakanlah...
3.
Terjemahkanlah...
4.
Simpulkan...
5.
Bandingkan...
6.
Ubahlah...
7.
Berikanlah interpretasi...
|
3. Penerapan (application
|
1.
Gunakanlah...
2.
Tunjukkanlah...
3.
Buatlah...
4.
Demonstrasikanlah...
5.
Carilah hubungan...
6.
Tulislah contoh...
7.
Siapkanlah...
8.
Klasifikasikanlah...
|
Kognitif yang lebih tinggi
|
1. Analisis (analysis)
|
1.
Analisislah...
2.
Kemukakan bukti-bukti…
3.
Mengapa…
4.
Identifikasikan…
5.
Tunjukkanlah sebabnya…
6.
Berilah alasan-alasan…
|
2. Sintesis (synthesis)
|
1.
Ramalkanlah…
2.
Bentuk…
3.
Ciptakanlah…
4.
Susunlah…
5.
Rancanglah...
6.
Tulislah…
7.
Bagaimanakita dapat memecahkan…
8.
Apa yang terjadi seaindainya…
9.
Bagaimana kita dapat memperbaiki…
10.
Kembangkan…
|
3. Evaluasi (evaluation)
|
1.
Berilah pendapat…
2.
Alternatif mana yang lebih baik…
3.
Setujukah anda…
4.
Kritiklah…
5.
Berilah alasan…
6.
Nilailah…
7.
Bandingkan…
8.
Bedakanlah…
|
3. Menalar
1)
Esensi Menalar
Istilah “menalar” dalam
kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam
Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan
pelaku aktif. dalam hal tertentu peserta didik harus lebih aktif daripada guru.
Penalaran adalah proses
berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk
memperoleh simpulan berupa pengetahuan.
Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah
tidak selalu tidak bermanfaat.
Istilah menalar di sini merupakan padanan
dari associating; bukan merupakan
terjemanan dari reasonsing, meski
istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Selama mentransfer
peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan
peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak
berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia.
Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar.
Menurut teori asosiasi, proses
pembelajaran pembelajaran akan berhasil secara efektif jika terjadi interaksi
langsung antara pendidik dengan peserta didik. Pola ineraksi itu dilakukan
melalui stimulus dan respons (S-R).
Teori ini dikembangan kerdasarkan hasil eksperimen Thorndike, yang
kemudian dikenal dengan teori asosiasi. Jadi, prinsip dasar proses pembelajaran
yang dianut oleh Thorndike adalah asosiasi, yang juga dikenal dengan teori
Stimulus-Respon (S-R).
b.
Cara menalar
Terdapat dua cara menalar,
yaitu:
1)
Penalaran induktif merupakan cara menalardengan menarik simpulan dari fenomena atau
atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum. Jadi, menalar secara
induktif adalah proses penarikan simpulan dari kasus-kasus yang bersifat nyata
secara individual atau spesifik menjadi simpulan yang bersifat umum.
2)
Penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari
pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang
bersifat khusus. Pola penalaran deduktif dikenal dengan pola silogisme. Cara
kerja menalar secara deduktif adalah menerapkan hal-hal yang umum terlebih
dahulu untuk kemudian dihubungkan ke dalam bagian-bagiannya yang khusus.
c.
Analogi dalam Pembelajaran
Analogi adalah suatu proses penalaran dalam
pembelajaran dengan cara membandingkan sifat esensial yang mempunyai kesamaan
atau persamaan.
Berpikir analogis sangat penting dalam
pembelajaran, karena hal itu akan mempertajam daya nalar peserta didik. analogi
terdiri dari dua jenis, yaitu
Analogi induktif disusun berdasarkan
persamaan yang ada pada dua fenomena atau gejala. Atas dasar persamaan dua
gejala atau fenomena itu ditarik simpulan bahwa apa yang ada pada fenomena atau
gejala pertama terjadi juga pada fenomena atau gejala kedua.
Analogi induktif merupakan suatu “metode menalar” yang sangat bermanfaat untuk
membuat suatu simpulan yang dapat diterima berdasarkan pada persamaan yang
terbukti terdapat pada dua fenomena atau gejala khusus yang diperbandingkan.
Analogi deklaratif merupakan suatu“metode
menalar” untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu fenomena atau gejala yang
belum dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal.Analogi deklaratif ini sangat bermanfaat karena ide-ide
baru, fenomena, atau gejala menjadi dikenal atau dapat diterima apabila
dihubungkan dengan hal-hal yang sudah dketahui secara nyata dan dipercayai.
d.
Hubungan Antarfenomena
Hubungan sebab-akibat diambil dengan
menghubungkan satu atau beberapa fakta yang satu dengan datu atau beberapa fakta
yang lain.
Penalaran sebab-akibat ini masuk dalam
ranah penalaran induktif, yang disebut dengan penalaran induktif sebab-akibat. Penalaran
induksi sebab akibat terdiri dri tiga jenis.
1)
Hubungan sebab–akibat. Pada penalaran hubungan sebab-akibat,
hal-hal yang menjadi sebab dikemukakan terlebih dahulu, kemudian ditarik simpulan
yang berupa akibat.
Contoh:
Bekerja keras, belajar tekun, berdoa, dan
tidak putus asa adalah faktor pengungkit yang
bisa membuat kita mencapai puncak kesuksesan.
2)
Hubungan akibat–sebab. Pada penalaran hubungan akibat-sebab,
hal-hal yang menjadi akibat dikemukakan terlebih dahulu, selanjutnya ditarik simpulan
yang merupakan penyebabnya.
Contoh :
Akhir-ahir ini sangat marak kenakalan
remaja, angka putus sekolah, penyalahgunaan Nakoba di kalangan generasi muda, perkelahian
antarpeserta didik, yang disebabkan oleh pengabaian orang tua dan ketidaan
keteladanan tokoh masyarakat, sehingga mengalami dekandensi moral secara massal.
3)
Hubungan sebab–akibat 1 – akibat 2. Pada penalaran hubungan
sbab-akibat 1 –akibat 2, suatu penyebab
dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat yang pertama menjadi penyebab,
sehingga menimbulkan akibat kedua. Akibat kedua menjadi penyebab sehingga
menimbulkan akibat ketiga, dan seterusnya.
Contoh:
Masyarakat yang tinggal di daerah
terpencil, hidupnya terisolasi. Keterisolasian itu menyebabkan mereka
kehilangan akses untuk melakukan aktivitas ekonomi, sehingga muncullah
kemiskinan keluarga yang akut. Kemiskinan keluarga yang akut menyebabkan
anak-anak mereka tidak berkesempatan menempuh pendidikan yang baik. Dampak
lanjutannya, bukan tidak mungkin terjadi kemiskinan yang terus berlangsung
secara siklikal.
4. Mencoba
Untuk
memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba
atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Aplikasi
metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah
tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas
pembelajaran yang nyata untuk ini adalah:
a.
menentukan tema atau
topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum;
b.
mempelajari cara-cara
penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan;
c.
mempelajari dasar teoritis
yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya;
d.
melakukan dan mengamati
percobaan;
e.
mencatat fenomena yang
terjadi, menganalisis, dan menyajikan data;
f.
menarik simpulan atas
hasil percobaan; dan
g.
membuat laporan dan mengkomunikasikan
hasil percobaan.
Agar
pelaksanaan percobaan dapat
berjalan lancar maka:
a.
Guru hendaknya
merumuskan tujuan eksperimen yanga akan dilaksanakan murid
b.
Guru bersama murid
mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan
c.
Perlu
memperhitungkan tempat dan waktu
d.
Guru menyediakan
kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid
e.
Guru membicarakan
masalah yanga akan yang akan dijadikan eksperimen
f.
Membagi kertas kerja
kepada murid
g.
Murid melaksanakan
eksperimen dengan bimbingan guru, dan
h.
Guru mengumpulkan
hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara
klasikal.
Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan
eksperimen atau mencoba dilakukan melalui tiga tahap, yaitu,
a.
Persiapan
1)
Menentapkan tujuan
eksperimen
2)
Mempersiapkan alat
atau bahan
3)
Mempersiapkan tempat
eksperimen sesuai dengan jumlah peserta didikserta alat atau bahan yang
tersedia. Di sini guru perlu
menimbang apakah peserta didik
akan melaksanakan eksperimen atau mencoba secara serentak atau dibagi menjadi
beberapa kelompok secara paralel atau bergiliran
4)
Memertimbangkanmasalah keamanan dan kesehatan agar dapat
memperkecil atau menghindari risiko yang mungkin
timbul
5)
Memberikan penjelasan mengenai apa yang harus diperhatikan dan
tahapa-tahapan yang harus dilakukan peserta
didik, termasuk hal-hal yang dilarang
atau membahayakan.
b.
Pelaksanaan
1)
Selama proses eksperimen atau mencoba, guru ikut membimbing dan mengamati proses percobaan. Di sini guru harus memberikan dorongan
dan bantuan terhadap kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik agar kegiatan itu
berhasil dengan baik.
2)
Selama proses eksperimen atau mencoba, guru hendaknya
memperhatikan situasi secara keseluruhan,
termasuk membantu mengatasi dan memecahkan masalah-masalah yang akan menghambat
kegiatan pembelajaran.
c.
Tindak lanjut
1)
Peserta didik mengumpulkan laporan hasil eksperimen kepada
guru
2)
Guru memeriksa hasil eksperimen peserta didik
3)
Guru memberikan umpan balik kepada peserta didik atas hasil
eksperimen.
4)
Guru dan peserta didik mendiskusikan
masalah-masalah yang ditemukan selama eksperimen.
5)
Guru dan peserta didik memeriksa dan
menyimpan kembali segala bahan dan alat yang digunakan.
5. jejaring pembelajaran atau pembelajaran kolaboratif
Pembelajaran
kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih dari sekadar sekadar
teknik pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Kolaborasi esensinya merupakan filsafat
interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknaikerjasama sebagai
struktur interaksi yang dirancang secara baik dan disengaja rupa untuk
memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Pada
pembelajaran kolaboratif kewenangan guru fungsi guru lebih bersifat direktif atau
manajer belajar, sebaliknya, peserta didiklah yang harus lebih aktif.
Ada
empat sifat kelas atau pembelajaran kolaboratif. Dua sifat berkenaan
dengan perubahan hubungan antara guru dan peserta didik. Sifat ketiga berkaitan
dengan pendekatan baru dari penyampaian guru selama proses pembelajaran. Sifat
keempat menyatakan isi kelas atau pembelajaran kolaboratif.
1)
Guru
dan peserta didik saling berbagi informasi.
Dengan
pembelajaran kolaboratif, peserta didik memiliki
ruang gerak untuk menilai dan membina ilmu pengetahuan, pengalaman
personal, bahasa komunikasi, strategi dan konsep pembelajaran sesuai dengan teori,
serta menautkan kondisi sosiobudaya dengan situasi pembelajaran. Di sini, peran
guru lebih banyak sebagai pembimbing dan manajer belajar ketimbang memberi
instruksi dan mengawasi secara rijid.
Contoh:
Jika
guru mengajarkan topik “hidup bersama secara damai.” Peserta didik yang
mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan topik tersebut berpeluang menyatakan
sesuatu pada sesi pembelajaran, berbagi idea, dan memberi garis-garis
besar arus komunikasi antar peserta didik. Jika peserta didikmemahami dan
melihat fenomena nyata kehidupan bersama yang damai itu, pengalaman dan
pengetahuannya dihargai dan dapat dibagikan dalam jaringan pembelajaran mereka.
Mereka pun akan termotivasi untuk melihat dan mendengar. Di sini peserta didik juga
dapat merumuskan kaitan antara proses pembelajaran yang sedang dilakukan dengan
dunia sebenarnya.
2)
Berbagi
tugas dan kewenangan.
Pada
pembelajaran atau kelas kolaboratif, guru berbagi tugas dan
kewenangan dengan peserta didik, khususnya untuk hal-hal tertentu. Cara ini
memungkinan peserta didik menimba pengalaman mereka sendiri, berbagi
strategi dan informasi, menghormati antarsesa, mendoorong tumbuhnya ide-ide
cerdas, terlibat dalam pemikiran kreatif dan kritis serta memupuk dan menggalakkan
mereka mengambil peran secara terbuka dan bermakna.
3)
Guru
sebagai mediator.
Pada
pembelajaran atau kelas kolaboratif, guru berperan sebagai mediator atau
perantara. Guru berperan membantu menghubungkan informasi
baru dengan pengalaman yang ada serta membantu peserta didik jika mereka
mengalami kebutuan dan bersedia menunjukkan cara bagaimana mereka memiliki
kesungguhan untuk belajar.
4)
Kelompok
peserta didik yang heterogen.
Sikap,
keterampilan, dan pengetahuan peserta didk yang tumbuh dan berkembang sangat
penting untuk memperkaya pembelajaran di kelas. Pada kelas kolaboratif peserta
didikdapat menunjukkan kemampuan dan keterampilan mereka, berbagi informasi,serta
mendengar atau membahas sumbangan informasi dari peserta didik lainnya. Dengan
cara seperti ini akan muncul “keseragaman” di dalam heterogenitas peserta
didik.
a.
Macam-macam
Pembelajaran Kolaboratif
Metode pembelajaran ini yaitu melalui konsep Pendekatan Scientific merujuk pada kriteria sebagai berikut:
1.Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat
dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas
kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
2.Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa
terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau
penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
3.Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis,
analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan
masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.
4.Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam
melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi
pembelajaran.
5.Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan
mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon
materi pembelajaran.
6.Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
7.Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya.
Banyak
merode yang dipakai dalam pembelajaran atau kelas kolaboratif. Beberapa di
antaranya dijelaskan berikut ini.
1)
JP = Jigsaw Proscedure.
Pembelajaran
dilakukan dengan cara peserta didik sebagai anggota suatu kelompok diberi tugas
yang berbeda-beda mengenai suatu pokok bahasan. Agar masing-masing peserta
didik anggota dapat memahami keseluruhan pokok bahasan, tes diberikan dengan
materi yang menyeluruh. Penilaian didasari
pada rata-rata skor tes kelompok.
2)
STAD = Student
Team Achievement Divisions.
Peserta
didik dalam suatu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Anggota-anggota
dalam setiap kelompok bertindak saling membelajarkan. Fokusnya adalah
keberhasilan seorang akan berpengaruh terhadap keberhasilan kelompok dan
demikian pula keberhasilan kelompok akan berpengaruh terhadap keberhasilan
individu peserta didik lainnya. Penilaian didasari pada pencapaian hasil
belajar individual maupun kelompok peserta didik.
3)
CI = Complex Instruction.
Titik
tekan metode ini adalam pelaksanaan
suatu proyek yang berorientasi pada penemuan, khususnya dalam bidang sains,
matematika, dan ilmu pengetahuan sosial. Fokusnya adalah menumbuhkembangkan
ketertarikan semua peserta didiksebagai anggota kelompok terhadap pokok
bahasan. Metode ini umumnya digunakan dalam pembelajaran yang bersifat bilingual (menggunakan dua
bahasa) dan di antara para peserta didik yang sangat heterogen. Penilaian
didasari pada proses dan hasil kerja kelompok.
4)
TAI = Team
Accelerated Instruction
Metodeini merupakan kombinasi antara
pembelajaran kooperatif/kolaboratif dengan pembelajaran individual. Secara
bertahap, setiap peserta didik sebagai anggota kelompok diberi soal-soal yang
harus mereka kerjakan sendiri terlebih dulu. Setelah itu dilaksanakan penilaian
bersama-sama dalam kelompok. Jika soal tahap pertama telah diselesaikan dengan
benar, setiap peserta didik mengerjakan soal-soal berikutnya. Namun jika
seorang peserta didik belum dapat menyelesaikan soal tahap pertama dengan
benar, ia harus menyelesaikan soal lain pada tahap yang sama. Setiap tahapan
soal disusun berdasarkan tingkat kesukaran soal. Penilaian didasari pada hasil
belajar individual maupun kelompok.
5)
CLS = Cooperative
Learning Stuctures.
Pada
penerapan metode pembelajaran ini setiap kelompok dibentuk dengan anggota dua peserta
didik (berpasangan). Seorang peserta didik bertindak sebagai tutor dan yang lain menjadi tutee. Tutor mengajukan pertanyaan
yang harus dijawab oleh tutee.
Bila jawaban tutee benar,
ia memperoleh poin atau skor yang telah ditetapkan terlebih dulu. Dalam selang
waktu yang juga telah ditetapkan sebelumnya, kedua peserta didik yang saling
berpasangan itu berganti peran.
6)
LT = Learning Together.
Pada
metode ini kelompok-kelompok sekelas beranggotakan peserta didik yang beragam
kemampuannya. Tiap kelompok bekerjasama untuk menyelesaikan tugas yang
diberikan oleh guru. Satu kelompok hanya menerima dan mengerjakan satu set
lembar tugas. Penilaian didasarkan pada hasil kerja kelompok.
7)
TGT = Teams-Games-Tournament.
Pada
metode ini, setelah belajar bersama kelompoknya sendiri, para anggota suatu
kelompok akan berlomba dengan anggota kelompok lain sesuai dengan tingkat
kemampuan masing-masing. Penilaian didasari pada jumlah nilai yang diperoleh
kelompok peserta didik.
8)
GI = Group Investigation.
Pada
metode ini semua anggota kelompok dituntut untuk merencanakan suatu penelitian
beserta perencanaan pemecahan masalah yang dihadapi. Kelompok menentukan apa
saja yang akan dikerjakan dan siapa saja yang akan melaksanakannya berikut
bagaimana perencanaan penyajiannya di depan forum kelas. Penilaian didasari
pada proses dan hasil kerja kelompok.
9)
AC = Academic-Constructive
Controversy.
Pada
metode ini setiap anggota kelompok dituntut kemampuannya untuk berada dalam
situasi konflik intelektual yang dikembangkan berdasarkan hasil belajar
masing-masing, baik bersama anggota sekelompok maupun dengan anggota kelompok
lain. Kegiatan pembelajaran ini mengutamakan pencapaian dan pengembangan
kualitas pemecahan masalah, pemikiran kritis, pertimbangan, hubungan
antarpribadi, kesehatan psikis dan keselarasan. Penilaian didasarkan pada
kemampuan setiap anggota maupun kelompok mempertahankan posisi yang dipilihnya.
10)
CIRC = Cooperative
Integrated Reading and Composition.
Pada
metode pembelajaran ini mirip dengan TAI. Metode pembelajaran ini menekankan
pembelajaran membaca, menulis dan tata bahasa. Dalam pembelajaran ini, para peserta
didik saling menilai kemampuan membaca, menulis dan tata bahasa, baik secara
tertulis maupun lisan di dalam kelompoknya